Minggu, 01 April 2012

Merawat Budaya Dengan Hip-Hop


Ingin melestarikan warisan leluhur, sekelompok anak muda di berbagai daerah mempopulerkan musik hip hop bersyair bahasa lokal.
Duduk menghadap monitor, tangan kanan Janu Prihaminanto tampak cekatan memainkan tetikus komputer. Beberapa kali dia mengolah file foto lalu mencetaknya . Inilah pekerjaan sehari-hari Janu. “Kalau sedang tak ada latihan atau konser saya mengerjakan ini,” kata Janu, 35 tahun, Rabu pekan lalu. Pekerjaan olah cetak foto merupakan pekerjaan utama Janu. Sementara pekerjaan sampingannya adalah nge-rapp.
Jogja Hip Hop Foundation
Janu atau biasa disapa Anto merupakan anggota grup musik Jogja Hip-Hop Foundation (JHF), sebuah kelompok hip hop asal Yogyakarta yang sedang naik daun. JHF laris akhir-akhir ini bukan hanya karena latar belakang personilnya yang unik, tapi juga musik yang mereka mainkan menggunakan syair bahasa Jawa.
Menurut Anto, JHF berdiri sejak 2003. Tepatnya ketika pagelaran musik rapp berlangsung di Yogyakarta. Pertunjukan itu dihadiri puluhan grup rapp dari sejumlah daerah di Jawa. Untuk mew a d a h i rapper asal Yogyakarta, dibentuklah JHF. Awalnya kelompok ini beranggotakan lebih dari 50 grup rapp. Namun seiring waktu, jumlah anggota berkurang . “Karena tak ada ikatan formal dalam keanggotaan, satu per satu mreteli,” ujar Anto. Secara ‘ genetik ’ , lima personel Hip Hop Foundation yang dikenal saat ini berasal dari tiga grup. Juki dari grup Kill The DJ, Balance dan Mamok dari Jahanam serta Lukman Hakim dan Anto dari grup Rotra.
Sama seperti Anto, Lukman sehari-hari berjualan gadget. Begitu juga Mamok. Bila tak sedang sibuk di JHF, dia berjualan baju bekas. Sedangkan Balance lebih memilih mengurus burung di rumah. Adapun Juki atau Muhammad Marjuki lebih banyak menghabiskan waktu mengurus manajamen JHF, dari menulis syair hingga mempromosikan karya mereka.
Harry Surya Permana (kiri) dan M. Amrullah duo personil Kojek Rap Betawi
Anggota grup hip hop daerah lainnya, Muhamad Amrullah, mengaku ngerapp sejak 2008. Muhammad yang akrab dipanggil Kojek membentuk grup hip hop berbahasa Betawi, Kojek Rapper Betawi. Ketika ditemui Rabu pekan lalu di studio TV Trans 7, Kojek bersama rekannya Mantonk tengah menghibur penonton. Ia berhasil membuat penonton terpingkal- pingkal saat menyanyikan lagu Enjoy Jakarta dan Bajaj dalam logat Betawi.
Tadinya gue ngerapp biasa. Tapi pindah jadi Betawi karena gue emang asli Betawi dan almarhum bokap (bapak) minta agar gue cinte (cinta) sama budaya sendiri,” ujar Kojek. Dia mengaku sudah menyanyi hip hop sejak masih kuliah. “Gue punya komunitas hiphop di Yayasan Administrasi Indonesia Salemba. Awalnya hip hop biasa dengan style yang juga anak hip hop nyanyiin party-party dan ke senangan anak muda,” papar Kojek mengenang. Sebelumnya dia menyanyi sendiri, belakangan menggandeng Mantonk untuk mengembangkan hip hop Betawi.
Sebagai orang Sunda asli, kami khawatir terhadap kebudayaan dan bahasa Sunda yang banyak dilupakan.
Sundanis Hip Hop
Fenomena hip hop berbahasa daerah juga merambah Jawa Barat. Sundanis salah satunya. Pendiri Sundanis Rudi Sanjaya, 29 tahun, menuturkan grupnya terbentuk pada 2007. Grup ini dibuat selain karena anggotanya memiliki hobi dan selera musik yang sama, juga karena mereka khawatir atas lumernya budaya Sunda di kalangan anak muda. “Sebagai orang Sunda asli, kami khawatir terhadap kebudayaan dan bahasa Sunda yang banyak dilupakan saat ini oleh kalangan muda. Untuk itu kita berusaha memadukan budaya modern dengan budaya kita sendiri, khususnya bahasa sendiri, melamelalui hip hop,” ungkap Rudi.
Keprihatinan akan lunturnya budaya daerah juga memicu sejumlah anak muda di Maluku membentuk komunitas hip hop berbahasa setempat. Bernama Molukka Hiphop Community, grup ini dibuat sejak 2007. Salah seorang pendiri, Frans, mengatakan kebanggan akan budaya daerah menjadi salah satu alasan terbentuknya MHC. “Kita bangga sama bahasa daerah sendiri. Kebetulan memang lebih fasih ketimbang harus memakai bahasa Indonesia atau bahasa Inggris,” ujarnya.
Misi yang diusung para rapper berbahasa daerah ini nyaris sama, yakni melestarikan budaya daerah dan merawat kebhinekaan. Selain itu mereka juga membawa pesan moral dan kritik sosial. Kojek Rap Betawi misalnya. Mereka menyampaikan kritik sosial dan kritik moral dalam lagunya. Sedangkan Molukka Hip Hop Community membawa misi perdamaian dan kemanusiaan. Sementara Sundanis dalam tiap lagunya sering mengkritik pemerintah. Sebagian besar lirik JHF juga berisi kritik sosial.
Musisi senior sekaligus produser MHC, Glenn Friedly, mengatakan maraknya genre musik hip hop berbahasa daerah merupakan tren yang positif. Sebab menurut dia hari ini musik itu lebih berbicara tentang isi. Artinya menggunakan bahasa apapun jadi semakin terlihat identitasnya sebagai bahasa universal. Pelantun lagu Januari ini optimis cross over atau pertemuan konten lokal dengan kontemporer akan memberi warna dan inspirasi baru dalam blantika musik. Glenn juga yakin hip hop berbahasa daerah akan bertahan lama sepanjang ada komitmen dari komunitas atau pegiat genre ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar